TUGAS MAKALAH
ETIKA PROFESI TEKNOLOGI
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
INFRINGEMENTS OF PRIVACY
M. FAHRUROZI
NIM : 13170237
KELAS : 13.5A.07
Program Studi Teknik Komputer
Fakultas Teknologi
Informasi Universitas Bina Sarana Informatika
2019
Jakarta
Puji dan syukur penyusun
panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia yang telah dilimpahkan,
sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah tentang Illegal Content.
Sebagaimana ketentuan yang sudah berlaku di Akademi Manajemen Informatika &
Komputer Bina Sarana Informatika, bahwa mahasiswa diharuskan menyusun makalah
sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh nilai UAS Etika Profesi Teknologi
Informasi & Komunikasi.
Penyusun mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu penyusun dalam menyelesaikan makalah
ini. Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan ini masih terdapat banyak
kekurangan, untuk itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penyusun berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan pengembangan wawasan bagi
mahasiswa dan pembaca pada umumnya.
Jakarta, 29 Desember 2019
M. FAHRUROZI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam perjalanan menuju
masa depan, saat ini perkembangan teknologi informasi semakin cepat dan canggih
terutama pada era globalisasi, kebutuhan akan informasi yang cepat, tepat dan
hemat menjadikan internet sebagai salah satu sarana utama untuk berkomunikasi
dan bersosialisasi oleh semua kalangan masyarakat dari perorangan sampai dengan
perusahaan. Internet sendiri merupakan jaringan komputer yang bersifat bebas
dan terbuka. Dengan demikian diperlukan usaha untuk menjamin keamanan informasi
terhadap komputer yang terhubung dengan jaringan Internet. Beberapa
instansi/perusahaan melakukan berabagai usaha untuk menjamin keamanan suatu
sistem informasi yang mereka miliki, dikarenakan ada sisi lain dari pemanfaatan
internet yang bersifat mencari keuntunagan dengan cara yang negative, adapun
pihak-pihak dengan maksud tertentu yang berusaha untuk melakukan serangan
terhadap keamanan sistem informasi. Bentuk serangan tersebut dapat
dikelompokkan dari hal yang ringan, misalnya yang hanya mengesalkan sampai
dengan yang sangat berbahaya. Semakin mudah kita berkomunikasi dan mencari
informasi maka di dalam kemudahan tersebut juga terdapat segala macam kejahatan
dan kecurangan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak legal.
1.2
Batasan Masalah
Makalah
ini membahas tentang cybercrime, pengertian infringement of privacy,
penyebab infringement of privacy, contoh kasus infringement of
privacy.
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
§ Untuk
memenuhi tugas Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi.
§ Untuk
menambah ilmu penulis dalam bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi.
§ Menambah wawasan tentang
cyber crime dan menggunakan ilmu yang didapatnya untuk kepentingan yang
positif.
1.4
Sistematika Penulisan
Untuk mengetahui lebih jelas urutan penulisan dan
mempermudah pembaca menelusuri dan memahami isi makalah maka di susun menurut
sistematika sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini menjelaskan latar belakang secara umum,
batasan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan makalah.
BAB II PEMBAHASAN
Makalah
ini membahas tentang cybercrime, pengertian infringement of privacy,
penyebab infringement of privacy, contoh kasus infringement of
privacy.
BAB
III
PENUTUP
Dalam bab ini menjelaskan kesimpulan dan saran-saran
yang membangun untuk para pembaca dari pembahasan yang telah di jelaskan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Cybercrime
Sebelum masuk ke dalam pengertian tentang infringement of
privacy, penulis mengajak Anda untuk mengetahui apa itu arti
cybercrime. Karena kegiatan infringement of privacy berkaitan
dengan istilah cybercrime. Apa itu cybercrime? Cybercrime adalah tindakan
kriminal yang dilakukan dengan teknologi computer, khususnya
teknologi internet. Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum
yang memanfaatkan teknologi computer yang berbasasis pada kecanggihan
perkembangan teknologi internet.
Cybercrime merupakan bentik-bentuk kejahatan yang
timbul karena pemanfaatan teknologi internet beberapa pandapat mengasumsikan
cybercrime dengan computer crime.the U.S department of justice memberikan
pengertian computer crime sebagai “any illegal act requiring knowledge of
computer technologi for its perpetration,investigation,or prosecution”
pengertian tersebut indentik dengan yang diberikan organization of European
community development,yang mendefinisikan computer crime sebagai “any
illegal,unethical or unauthorized behavior relating to yhe automatic processing
and/or the transmission of data“, adapun andi hamzah (1989) dalam tulisannya
“aspek –aspek pidana dibidang computer“ mengartikan kejahatan komputer sebagai
“Kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan
komputer secara ilegal”. Dari beberapa pengertian diatas, secara ringkas dapat
dikatakan bahwa cyber crime dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum
yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan
teknologi, komputer dan telekomunikasi baik untuk memperoleh keuntungan ataupun
tidak, dengan merugikan pihak lain.
2.2 Pengertian Infringement
of Privacy
2.2.1 Infringement of Privacy
Kejahatan
ini ditujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat
pribadi dan rahasia. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan
pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan
secara komputerisasi, yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat
merugikan korban secara materil maupun immateril, seperti nomor kartu kredit,
nomor PIN ATM, cacat atau penyakit tersembunyi dan sebagainya.
Pengertian
Privacy menurut para ahli Kemampuan seseorang untuk mengatur informasi
mengenai dirinya sendiri. [Craig van Slyke dan France Bélanger] dan
hak dari masing-masing individu untuk menentukan sendiri kapan, bagaimana, dan
untuk apa penggunaan informasi mengenai mereka dalam hal berhubungan dengan
individu lain.[Alan Westin]
Kerahasiaan
pribadi (Bahasa Inggris: privacy) adalah kemampuan satu atau sekelompok
individu untuk mempertahankan kehidupan dan urusan personalnya dari publik,
atau untuk mengontrol arus informasi mengenai diri mereka. Privasi kadang
dihubungkan dengan anonimitas walaupun anonimitas terutama lebih dihargai oleh
orang yang dikenal publik. Privasi dapat dianggap sebagai suatu aspek dari
keamanan.
Hak
pelanggaran privasi oleh pemerintah, perusahaan, atau individual menjadi bagian
di dalam hukum di banyak negara, dan kadang, konstitusi atau hukum privasi.
Hampir semua negara memiliki hukum yang, dengan berbagai cara, membatasi
privasi, sebagai contoh, aturan pajak umumnya mengharuskan pemberian informasi
mengenai pendapatan. Pada beberapa negara, privasi individu dapat bertentangan
dengan aturan kebebasan berbicara, dan beberapa aturan hukum mengharuskan
pemaparan informasi publik yang dapat dianggap pribadi di negara atau budaya
lain.
Privasi
dapat secara sukarela dikorbankan, umumnya demi keuntungan tertentu, dengan
risiko hanya menghasilkan sedikit keuntungan dan dapat disertai bahaya tertentu
atau bahkan kerugian. Contohnya adalah pengorbanan privasi untuk mengikut suatu
undian atau kompetisi; seseorang memberikan detail personalnya (sering untuk
kepentingan periklanan) untuk mendapatkan kesempatan memenangkan suatu hadiah.
Contoh lainnya adalah jika informasi yang secara sukarela diberikan tersebut
dicuri atau disalahgunakan seperti pada pencurian identitas.
Privasi
sebagai terminologi tidaklah berasal dari akar budaya masyarakat Indonesia.
Samuel D Warren dan Louis D Brandeis menulis artikel berjudul "Right to
Privacy" di Harvard Law Review tahun 1890. Mereka seperti hal nya Thomas
Cooley di tahun 1888 menggambarkan "Right to Privacy" sebagai
"Right to be Let Alone" atau secara sederhana dapat diterjemahkan
sebagai hak untuk tidak di usik dalam kehidupan pribadinya. Hak atas Privasi
dapat diterjemahkan sebagai hak dari setiap orang untuk melindungi aspek-aspek
pribadi kehidupannya untuk dimasuki dan dipergunakan oleh orang lain (Donnald M
Gillmor, 1990 : 281). Setiap orang yang merasa privasinya dilanggar memiliki
hak untuk mengajukan gugatan yang dikenal dengan istilah Privacy Tort. Sebagai
acuan guna mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran Privasi dapat digunakan catatan
dari William Prosser yang pada tahun 1960 memaparkan hasil penelitiannya
terhadap 300 an gugatan privasi yang terjadi. Pembagian yang dilakukan Proses
atas bentuk umum peristiwa yang sering dijadikan dasar gugatan Privasi yaitu
dapat kita jadikan petunjuk untuk memahami Privasi terkait dengan media.
Privasi
merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada
suatu kondisi atau situasi tertentu. tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut
keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan
orang lain, atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai
oleh orang lain. adapun definisi lain dari privasi yaitu sebagai suatu
kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan
pilihan atau kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan.
privasi jangan dipandang hanya sebagai penarikan diri seseorang secara fisik
terhadap pihak pihak lain dalam rangka menyepi saja.
Teknologi
internet ini melahirkan berbagai macam dampak positif dan dampak negatif.
Dampak negatif ini telah memunculkan berbagai kejahatan maya (cyber crime) yang
meresahkan masyarakat Internasional pada umunya dan masyarakat Indonesia pada
khususnya. Kejahatan tersebut perlu mendapatkan tindakan yang tegas dengan
dikeluarkan Undang-Undang terhadap kejahatan mayantara yaitu dengan dikeluarkan
UU no. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Ekonomi, yang merupakan
usaha untuk memberikan kepastian hukum tentang kerugian akibat cyber crime
tersebut. Undang-Undang ini akibat dari lemahnya penegakan hukum yang digunakan
sebelumnya yang mengacu pada KUHP dan peraturan perundingan lain seperti hak
cipta, paten, monopoli, merek, telekomunikasi dan perlindungan konsumen.
Kejahatan Mayantara ini bersifat transnasional, dan karena kasusnya sudah sedemekian seriusnya, sehingga selain hukum nasional juga dalam konvensi-konvensi internasional sehingga perlu kepastian hukum dalam mencegah dan menanggulanginya. Berbagai upaya digunakan dalam menindak pelaku cyber crime dengan Undang-Undang yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan teknologi informasi di Indonesia.
Kejahatan Mayantara ini bersifat transnasional, dan karena kasusnya sudah sedemekian seriusnya, sehingga selain hukum nasional juga dalam konvensi-konvensi internasional sehingga perlu kepastian hukum dalam mencegah dan menanggulanginya. Berbagai upaya digunakan dalam menindak pelaku cyber crime dengan Undang-Undang yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan teknologi informasi di Indonesia.
2.2.2 Faktor Penyebab Infringements
of Privacy
2.2.2.1 Kesadaran hukum :
Masayarakat Indonesia sampai saat ini dalam merespon
aktivitas cyber crime masih dirasa kurang Hal ini
disebabkan antara lain oleh kurangnya pemahaman dan pengetahuan (lack of
information) masyarakat terhadap jenis kejahatan cyber crime. Lack
of information ini menyebabkan upaya penanggulangan cyber crime mengalami
kendala, yaitu kendala yang berkenaan dengan penataan hukum dan proses
pengawasan (controlling) masyarakat terhadap setiap aktivitas
yang diduga berkaitan dengan cyber crime. Mengenai kendala
yakni proses penaatan terhadap hukum, jika masyarakat di Indonesia memiliki
pemahaman yang benar akan tindak pidana cyber crime maka baik
secara langsung maupun tidak langsung masyarakat akan membentuk suatu pola
penataan. Pola penataan ini dapat berdasarkan karena ketakutan akan ancaman pidana
yang dikenakan bila melakukan perbuatan cyber crime atau pola
penaatan ini tumbuh atas kesadaran mereka sendiri sebagai masyarakat
hukum. Melalui pemahaman yang komprehensif mengenai cyber crime,
menimbulkan peran masyarakat dalam upaya pengawasan, ketika masyarakat
mengalami lack of information, peran mereka akan menjadi mandul.
2.2.2.2 Faktor Penegak Hukum :
Masih sedikitnya aparat penegak hukum yang memahami
seluk beluk teknologi informasi (internet), sehingga pada saat pelaku tindak
pidana ditangkap, aparat penegak hukum mengalami, kesulitan untuk menemukan
alat bukti yang dapat dipakai menjerat pelaku, terlebih apabila kejahatan yang
dilakukan memiliki sistem pengoperasian yang sangat rumit. Aparat penegak hukum
di daerah pun belum siap dalam mengantisipasi maraknya kejahatan ini karena
masih banyak institusi kepolisian di daerah baik Polres maupun Polsek, belum
dilengkapi dengan jaringan internet. Perlu diketahui, dengan teknologi yang
sedemikian canggih, memungkinkan kejahatan dilakukan disatu daerah.
2.2.2.3 Faktor Ketiadaan Undang-undang
:
Perubahan-perubahan sosial dan perubahan-perubahan
hukum tidak selalu berlangsung bersama-sama, artinya pada keadaan-keadaan
tertentu perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh perkembangan
unsur-unsur lainnya dari masyarakat.Sampai saat ini pemerintah Indonesia belum
memiliki perangkat perundang-undangan yang mengatur tentang cyber crime belum
juga terwujud. Cyber crime memang sulit untuk dinyatakan atau dikategorikan
sebagai tindak pidana karena terbentur oleh asas legalitas. Untuk melakukan
upaya penegakan hukum terhadap pelaku cyber crime, asas ini cenderung membatasi
penegak hukum di Indonesia untuk melakukan penyelidikan ataupun penyidikan guna
mengungkap perbuatan tersebut karena suatu aturan undang-undang yang mengatur
cyber crime belum tersedia. Asas legalitas ini tidak memperbolehkan adanya
suatu analogi untuk menentukan perbuatan pidana. Meskipun penerapan asas
legalitas ini tidak boleh disimpangi, tetapi pada prakteknya asas ini tidak
diterapkan secara tegas atau diperkenankan untuk terdapat pengecualian.
2.2.3 Landasan Hukum Infringement Of Prifacy
Undang
– Undang ITE ( Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008 Presiden
Republik Indonesia Menimbang :
1. Bahwa pembangunan nasional adalah salah
satu proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai
dinamika di masyarakat.
2. Bahwa
globalisasi informasi telah menempatkan indonesia sebagai bagian dari
masyarakat informasi dan transaksi elektronik di tingkat nasional seentuk
hingga pembangunan teknologi informasi dapat dilakukan secara
optimal,merata,dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan
kehidupan bangsa.
3. Bahwa perkembangan dan kemajuan
teknologi informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan
kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah mempengaruhi
lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru.
4. Bahwa penggunaan dan pemanfaatan
teknologi informasi harus terus dikembangkan untuk menjaga,memelihara,dan
memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan peraturan
perundang-undangan demi kepentingan nasional.
5. Bahwa pemanfaaatn teknologi informasi
berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
6. Bahwa
pemerintah perlu mendukung pengembangan teknologi informasi melalui
infrastruktur hukum dan pengaturanya sehingga pemanfaatan teknologi informasi
memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat indonesia.
7. Bahwa
berdasrkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,huruf b,huruf
c,huruf d,huruf e,dan huruf f,perlu membentuk undang-undang tentang informasi
dan transaksi elektronik.
Dan
akhirnya Presiden republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat telah
memutuskan menetapkan ,Undang-undang tentang informasi transaksi
elektronik:
· Bab
I, tentang Ketentuan Umum
· Bab
II, tentang Asas dan Tujuan
· Bab
III, tentang informasi,dokumen,dan tanda tangan elektronik
· Bab
IV, tentang penyelenggaran dan sertifikasi elektronik dan sistem elektronik
· Bab
V, tentang transaksi elektronik
· Bab
VI, tentang domain hak kekayaan intelektual,dan perlindungan hak pribadi
· Bab
VII, tentang perbuatan yang dilarang
· Bab
VIII, tentang penyelesain sengketa
· Bab
IX, tentang peran pemerintah dan masyarakat
· Bab
X, tentang penyidikan
· Bab
XI, tentang ketentuan pidana
· Bab
XII, tentang ketentuan peralihan
· Bab
XIII, tentang ketentuan penutup
Atau
UU ITE pasl 27 ayat 3.
Bunyi Pasal 27 ayat 3 adalah sebagai berikut :
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Sanksi pelanggaran pasal disebutkan
pada Pasal 45 ayat 1 adalah :Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Seperti halnya porno dan tidak porno, maka merasa
terhina atau tidak terhina juga berada dalam domain yang sama yaitu
subjektifitas. Tiap orang tentunya akan berbeda-beda merasakannya. Tergantung
apakah orang tersebut pendendam atau pemaaf, dan penerima kritik atau
antikritik. Pasal penghinaan atau pencemaran nama baik bisa dikatakan pasal karet,
pasal yang dapat ditarik-tarik seenaknya. Orang hukum mungkin mengatakannya
sebagai hal yang tidak memiliki kepastian hukum. Belum lagi pasal ini ternyata
juga sudah dibahas dalam undang-undang yang lain yaitu KUHP Pasal 311. Saling
tindih suatu aturan yang sama membuat UU menjadi tidak efisien. Semoga saja ini
bukan karena para pembuatnya memiliki OCD (Obsessive Compulsive Disorder). Lalu
masalah hukuman yang begitu berat yaitu 1 milyar rupiah. Apa dasarnya? Mungkin
bagi orang kaya, 1 M itu bisa dibayar. Tapi buat 15,42 % (Data BPS, Maret 2008)
orang miskin di Indonesia, belum lagi ditambah orang tingkat ekonomi menengah
kebawah.Uang 1 milyar itu sangatlah tidak terjangkau. Apa mungkin pesan
implisit dari Pasal 27 ayat 3 UU-ITE ini adalah orang miskin dilarang menghina
dan mengkritik di internet? Baiklah, Saya masih miskin saat ini. Saya tidak
punya uang 1 milyar untuk menebus harga diri seseorang/sesuatu yang merasa
dicemarkan dalam tulisan-tulisan saya. Saya juga tidak cukup punya waktu untuk
kehilangan 6 tahun dipenjara karena unfinished tasks saya sudah sangat banyak.
Namun apa mau dikata, UU-ITE telah ditetapkan bahkan Majelis Hakim Mahkamah
Konstitusi menolak pengujian pasal 27 ayat 3 UU ITE. Sekali lagi orang miskin
(yang tak punya 1 milyar) mungkin tinggal menunggu belas kasihan sistem
keadilan yang berpihak pada para penguasa uang.
Sedangkan di Negara lain misalkan di Amerika Serikat
yaitu RUU SOPA dan PIPA. SOPA adalah singkatan Stop Online Piracy Act.
Yaitu rancangan undang-undang penghentian pembajakan online. RUU ini diusulkan
pertamakali oleh Kongres ke Gedung Parlemen pada 26 Oktober 2011. Dengan UU
SOPA, penegak hukum di AS dapat lebih leluasa bertindak kegiatan online yang
dianggap illegal.
PIPA adalah singkatan dari Protect Intellectual Property
Act atau RUU Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. RUU PIPA bertama kali
diusulkan pada 12 Mei 2011 oleh Senator Patrick Leahy. RUU tersebut berisi
definisi tentang pelanggaran yang disebabkan oleh pendistribusian salinan palsu
atauillegal copies dan barang palsu.
RUU ini bertujuan untuk :
a. Melindungi
kekayaan intelektual dari pencipta konten
b. Perlindungan
terhadap obat-obatan palsu
c. Setelah
RUU SOPA dan PIPA muncul juga RUU CISPA.
d. CISPA
adalah singkatan dari Cyber Intelligence Sharing and Protection
Act.Adapun Kutipan dari CISPA atau Sharing
Intelijen Cyber dan Undang-Undang Perlindungan:
"Menyimpang dari ketentuan hukum
lain, sebuah entitas mandiri yang dilindungi mungkin, untuk tujuan
cybersecurity - (i) menggunakan sistem cybersecurity untuk mengidentifikasi dan
memperoleh informasi cyberthreat untuk melindungi hak-hak dan milik diri
seperti dilindungi entitas, dan (ii) saham cyberthreat seperti informasi dengan
entitas lain, termasuk Pemerintah Federal .
2.2.4 Contoh Kasus
Mengirim dan
mendistribusikan dokumen yang bersifat pornografi, menghina, mencemarkan nama
baik, dll. Contohnya pernah terjadi pada Prita Mulyasari yang menurut pihak
tertentu telah mencemarkan nama baik karena surat elektronik yang dibuat
olehnya.
·
Melakukan penyadapan
informasi. Seperti halnya menyadap transmisi data orang lain.
·
Melakukan penggadaan tanpa ijin pihak
yang berwenang. Bisa juga disebut dengan hijacking.
Hijackingmerupakan kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain.
Contoh yang sering terjadi yaitu pembajakan perangkat lunak (Software
Piracy).
·
Melakukan pembobolan secara sengaja ke
dalam sistem komputer. Hal ini juga dikenal dengan istilah Unauthorized
Access. Atau bisa juga diartikan sebagai kejahatan yang terjadi ketika
seseorang memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara
tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan pemilik sistem jaringan
komputer yang dimasukinya. Jelas itu sangat melanggar privasi pihak yang
berkepentingan (pemilik sistem jaringan komputer). Contoh kejahatan ini
adalah probing dan port.
·
Memanipulasi, mengubah atau
menghilangkan informasi yang sebenarnya. Misalnya data
forgery atau kejahatan yang dilakukan dengan tujuan memalsukan data
pada dokumen-dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya
dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web database.
Contoh lainnya adalah Cyber Espionage,
Sabotage, dan Extortion. Cyber Espionage merupakan kejahatan
yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap
pihak lain dengan memasuki sistem jaringan
komputernya. Sabotage dan Extortion merupakan jenis
kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran
terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang
terhubung dengan internet.
·
Google telah didenda 22.5 juta dolar
Amerika karena melanggar privacy jutaan orang yang menggunakan web browser
milik Apple, Safari. Denda atas Google kecil saja dibandingkan dengan
pendapatannya di kwartal kedua. (Credit: Reuters) Denda itu, yang diumumkan
oleh Komisi Perdagangan Federal Amerika Serikat (FTC), adalah yang terbesar
yang pernah dikenakan atas sebuah perusahaan yang melanggar persetujuan
sebelumnya dengan komisi tersebut. Oktober lalu Google menandatangani sebuah
persetujuan yang mencakup janji untuk tidak menyesatkan konsumen tentang
praktik-praktik privacy. Tapi Google dituduh menggunakan cookies untuk secara
rahasia melacak kebiasaan dari jutaan orang yang menggunakan Safari internet
browser milik Apple di iPhone dan iPads. Google mengatakan, pelacakan itu tidak
disengaja dan Google tidak mengambil informasi pribadi seperti nama, alamat
atau data kartu kredit.
Google sudah setuju untuk membayar denda tadi, yang merupakan penalti terbesar yang pernah dijatuhkan atas sebuah perusahaan yang melanggar instruksi FTC.
Contoh kasus diatas sangat mungkin untuk
terjadi pula di pertelevisian Indonesia. Momentum pelanggaran Privasi dapat
berlangsung pada proses peliputan berita dan dapat pula terjadi pada
penyebarluasan (broadcasting) nya.Dalam proses peliputan, seorang objek berita
dapat saja merasakan derita akibat tindakan reporter yang secara berlebihan
mengganggu wilayah pribadi nya. Kegigihan seorang reporter mengejar berita bisa
mengakibatkan terlewatinya batas-batas kebebasan gerak dan kenyamanan pribadi
yang sepatutnya tidak di usik. Hak atas kebebasan bergerak dan melindungi
kehidupan pribadi sebenarnya telah disadari oleh banyak selebritis Indonesia.
Beberapa cuplikan infotainment menggambarkan pernyataan-pernyataan cerdas dari
beberapa selebriti kita tentang haknya untuk melindungi kehidupan pribadinya.
Dalam menentukan batas-batas Privasi dimaksud memang tidak terdapat garis hukum
yang tegas sehingga masih bergantung pada subjektifitas pihak-pihak yang
terlibat. Dalam proses penyebarluasan (penyiaran), pelanggaran Privasi dalam
bentuk fakta memalukan (embarrassing fact) anggapan keliru (false light) lebih
besar kemungkinannya untuk terjadi. Terlanggar atau tidaknya Privasi tentunya
bergantung pada perasaan subjektif si objek berita. Subjektifitas inilah
mungkin yang mendasari terjadinya perbedaan sikap antara PARFI dan PARSI yang
diungkap diatas dimana disatu pihak merasa prihatin dan dipihak lain merasa
berterimakasih atas pemberitaan-pemberitaan infotainment. sebagai contoh :
·
Pelanggaran terhadap privasi Tora
sudiro, hal ini terjadi Karena wartawan mendatangi rumahnya tanpa izin dari
Tora.
·
Pelanggaran terhadap privasi Aburizal
bakrie, hal ini terjadi karena publikasi yang mengelirukan pandangan orang
banyak terhadap dirinya.
·
Pelanggaran terhadap privasi Andy Soraya
dan bunga citra lestari, hal ini terjadi karena penyebaran foto mereka dalam tampilan
vulgar kepada publik.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari
makalah ini kami menyimpulkan bahwa infringement of privacy adalah
suatu kegiatan atau aktifitas untuk mencari dan melihat terhadap keterangan
pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan
secara komputerisasi.
3.2 Saran
Penulis
memberikan saran kepada pengguna internet, untuk
menggunakan secara positif dan tidak memanfaatkan perkembangan
teknologi internet sebagai bahan untuk merugikan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Ramli, Ahmad M. Cyber Law dan Haki Dalam
Sistem Hukum Indonesia. Bandung: Refika Aditama, 2006 Magdalena, Merry
dan Maswigrantoro R. Setyadi. Cyberlaw, Tidak Perlu Takut.
Yogyakarta: Andi, 2007
Sulaiman, Robintan. Cyber Crimes: Perspektif
E-Commerce Crime. Pusat Bisnis Fakultas Hukum: Universitas Pelita Harapan,
2002
Komentar
Posting Komentar